Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2019

1. Penanaman dan Penjagaan Iman Menghajatkan Kerja yang serius

Dalam kehidupan keseharian kita saat ini, terlalu banyak faktor yang bisa menggerogoti keimanan. Berbagai tawaran kegiatan yang berorientasi kepada pemenuhan nafsu syahwat telah dengan terang-terangan dipromosikan lewat media massa, baik secara cetak maupun elektronik. Orientasi hidup serba materi yang ditonjolkan lewat media iklan, pada akhirnya telah menggiring manusia kepada sifat keinginan pemenuhan kebutuhan secara instan, tanpa mempertimbangkan moralitas. Derasnya arus informasi yang mengalir bak air bah, setiap hari, setiap jam, setiap menit detik, mampu menyeret masyarakat mengikuti pola hidup tertentu pola hidup tertentu yang jauh dari nilai keimanan. Hedonisme dan konsumerisme sebagai anak kandung peradaban materi telah menjadi bagian dari gaya kehidupan, yang pada gilirannya melahirkan sejumlah patologi sosial. Keimanan akhirnya dipertaruhkan di ujung tanduk, setiap saat menemukan tawaran-tawaran sikap dan perilaku. Penanaman nilai-nilai keimanan yang dilakukan

Urgensi Tarbiyah Bagi Akhwat Muslimah (Bagian 1)

Pada abad pertengahan, tepatnya tahun 1500 M, Eropa menyaksikan kebiadaban yang sangat tidak berperikemanusiaan terhadap perempuan. Sebanyak sembilan juta perempuan dibakar hidup-hidup oleh sebuah Dewan Khusus, yang sebelumnya mengadakan pertemuan di Roma, Italia, dengan sebuah kesimpulan bahwa "kaum perempuan tidak mempunyai jiwa". Di Yunani, Lembaga fiksafat dan ilmu pengetahuantelah memandang perempuan sebagai tirani dan tidak memberinya kedudukan berarti di masyarakat. Mereka menganggap perempuan adalah makhluk yang lebih rendah dari laki-laki. Salah seorang tokoh zaman itu, Aristoteles mengatakan "Alam tidaklah membekali perempuan dengan persiapan ilmu pengetahuan (intelektual) yang patut dibanggakan. Karena itu pendidikan perempuan harus dibatasi dan diarahkan pada masalah yang berkaitan dengan rumah tangga, keibuan, kepengasuhan, dan lain-lain." Sampai beberapa abad kemudian, perempuan tetap menjadi objek penderita dan dianggap sebagai makhluk yang