Keyakinan dalam benak bahwa fikrah (pandangan) kami adalah fikrah islamiyah yang solid dan tangguh, serta enkau pahami Islam seperti yang kami faham dalam kerangka dua puluh landasan (al ushuul al ‘isyruun). (Hasan al banna)
Tak ada perintah tambahan seperti perintah meminta tambahan ilmu. Bahkan perintah itu diarahkan kepada Rasul pilihan SAW. “Dan katakanlah: Ya Rabbi, tambahkan daku ilmu” (QS. 20:114). Bagi ashabul kahfi, sesudah iman, tambahan nikmat berupa Huda (petunjuk) itu juga ilmu.
Kecuali efek kesombongan yang sebenarnya bukan anak kandung ilmu, seluruh dampak ilmu adalah kebajikan. Bukanpun ketika seseorang terlajur salah jalan, ilmu mengambil peran pelurus. Ia selalu jujur, asal si empunya mau jujur. “Lewat beberapa masa, aku menuntut ilmu dengan motivasi yang salah, tetapi sang ilmu tak pernah mau dituntut kecuali karena Allah,” kata Al Ghazali.
Tentu saja seseorang tidak harus mengumpulkan imu sebagai kolektor tanpa komitmen amal, karena hal seperti ini dapat dilakukan oleh harddisk, discette, pita perekam atau mata pensil. Bagaimana ilmu menjadi serangkaian informasi yang mengantar penuntutnya kepada kearifan, itulah soal besar yang jadi batu ujian para ulama. “Sesungguhnya yang takut pada Allah diantara para hamnya-Nya yaitu ulama”. (QS. 35:28)
Dengan melihat hubungan dan kedudukan ilmu, nyatalah bahwa yang dimaksud dengan ilmu dan kemuliaannya itulah ilmu nafi’ (ilmu yang bermanfaat). Karena itulah, maka seluruh kata ilmu (dalam Al-qur’an dan hadist) maksudnya adalah ilmu nafi’ menurut Ibnu Athaillah. Selebihnya ia menjadi beban tanggungjawab dan penyesalan, karena berhenti pada jidal (debat), mubahah(kebanggaan) dan alat menarik keuntungan dunia.
Ilmu selalu membuat si empunya semakin rendah hati, sensitif, dan sungguh-sungguh.
_Ustadz Rahmat Abdullah dalam buku Untukmu Kader Dakwah
Komentar
Posting Komentar
Berbagi komentar itu bentuk pedulinya kamu :)